Senin, 11 Januari 2016

SEDEKAH YANG MENGHAJIKAN
Pak Asep membenahi barang dagangannya,guratan-guratan tua di kening, wajahnya tetap kelihatan bening. Sejak setahun lalu kopiah putih selalu menghiasi kepalanya, menutupi rambutnya yang seluruhnya telah berwarna putih. “Alhamdulillah jang, kadang sepi kadang ramai,”katanya menceritakan  usahanya dengan bibir terus tersenyum. Dalam usia yang ke 67 ini Pak Asep ditemani istrinya mengurus warung kelontong berukuran 3 kali 4.
Pak Asep dan istrinya belum dikaruniai anak. Diusia yang senja mereka terlihat menikmati hidup. Took kelontong yang ada di sebuah gang kecil di Bandung itu jadi satu-satunya penopang kebutuhan hidup mereka sehari-hari. “Ini kenana-kenangan dari Mekkah, Jang,” menunjuk kopiah putihnya. Pak Asep dan istrinya memang pergi ke tanah suci tahun lalu. “ Dari dulu bapak kepengen pergi haji”, lanjutnya.
Hal ini membuat berkomitmen untuk menabung sedikit demi sedikit hasil penjualan barang-barang di warungnya. “Say amah pokoknya niat ingin sekali pergi ke tanah suci,”,ujarnya. Bertahun-tahun sudah tabungannya, sesekali dihitung sekedar untuk menguatkan keinginannya. “Kurang beberapa juta lagi Bu’, cukup beberapa tahun lagi, gak lama,” katanya pada Istrinya. Senyum pak Asep dan Istrinya merekah.
Terbayang ia bersama istrinya akan berwakhaf keliling mengucapkan talbiah,” Labbaika Allahumma Labbaik”. Saat-saat yang dimpikannya bertahun-tahun, untuk menyempurnakan rukun Islam, rindu di hari tuanya mendekat kepada Sang Khalik.
Dalam hari-hari semangatnya berhaji itu, tiba-tiba sampai di telinganya sebuah kabar tentang tetangganya masuk rumah sakit dan harus dioperasi. Para tetangga sebenarnya sudah iuran membantu meringankan biaya rumah sakitnya. Tapi biaya operasi memang mahal. Pak Asep tersentak…..
Terbayang olehnya uang tabungannya untuk biaya haji dapat membantu operasi tetangganya yang tak berpunya. “Haji ibadah, sedekah juga ibadah gak apa sedekah kan uang kita untuk berobat, Pak,” Istrinya mendukung uang tabungannya bertahun-tahun itu diberikan untuk biaya tetangganya yang dioperasi dirumah sakit itu.
“Pak terima ini ya, ini Rezeki dari Allah, mungkin memang lewat saya, biarlah ini jadi jalan mendekatkan aku kepada Allah, semoga cepat sembuh ya,” katanya sambal menyerahkan amplop tebal uang tabungannya yang terbilang tahun itu. Dipeluknya Pak Asep dengan erat.
Sedikit yang tahu ketulusan Pak Asep dan istrinya. Ketika dokter yang merawat temannya ini heran dari mana ia bisa membiayai operasi yang mahal ini, maka sampailah cerita tentang uang tabungan Pak Asep ini.” Boleh saya dikenalkan sama Pak Asep, Pak?” sambut sang dokter terharu. Maka ditemuinya Pak Asep dan istrinya. Dan ditemuinya keteduhan seorang dermawan. Raut wajah yang kaya, meski dalam kederhanaan hidup. “Pak Asep, saya ada rezeki, bolehkan saya ikut mendaftarkan bapak dan istri pergi haji bersama saya dan keluarga?” Sang dokter menawarkan. Pak Asep dan Istrinya sejenak berpandangan. Tak kuat lagi menahan haru, dipeluknya dokter dermawan tadi. “Allah Maha Kaya.” Ucapannya lirih ditelinga.


AF

Senin, 21 Desember 2015

Kisah Abu Nawas
Suatu saat Raja Harun Ar-Rasyid menunaikan ibadah haji. Ketika sampai pusat kota Kuffah, tiba-tiba terlihat olehnya Abu Nawas sedang menaiki sebatang kayu berlarian kesana kemari dan diikuti anak-anak dengan riangnya. Wajah sang raja mendadak menjadi sumringah dibuatnya. Matanya berbinar-binar  karena begitu merindukan sosok Abu Nawas. Memang Abu Nawas sejak beberapa bulan terakhir meninggalkan kerajaannya sebagai bentuk protes atas ketidakadilan dan kesombongan.
Sejak kepergian Abu Nawas itulah raja seperti mengalami kesepian. Tidak ada lagi orang yang diajaknya berdiskusi maupun hanya sekedar bercanda. Karena itu raja Harun Ar-Rasyid sangat gembira begitu melihat Abu Nawas. Karena sangat penasaran, Raja Harun Ar-Rasyid kemudian bertanya kepada para pengawalnya. “Siapa dia ?” tanya raja. “Dia Abu Nawas yang gila itu,” jawab salah seorang pengawalnya. “ Coba panggil dia kemari, tanpa ada yang tahu dan sekali aku perintahkan kamu jangan berkata yang buruk lagi tentang dia,” perintah Raja Harun.
“Salam bagimu wahau Abu Nawas,” sapa Raja Harun Ar-Rasyid. “ Salam kembali wahai Amirul Mukminin,” jawab Abu Nawas. “Kami merindukanmu wahai Abu Nawas,” kata Raja Harun Ar-Rasyid. “Ya, tetapi aku tidak merindukan anda semuanya,” jawab Abu Nawas dengan ketus.
Beberapa pengawal kerajaan spontan saja akan mencabut pedang dari sarungnya untuk memberikan pelajaran kepada Abu Nawas yang tak mampu menjaga perkataannya dihadapan raja. Akan tetapi niat tersebut dicegah sendiri oleh Raja Harun Ar-Rasyid.”Wahai Abu Nawas aku merindukan kecerdasanmu, maka berilah aku nasihat,” pinta raja. “Dengan apa aku menasehatimu, inilah istana dan kuburan mereka,”kata Abu Nawas. “Tambahkan lagi, engkau telah memberikan nasihat yang bagus,”ujar raja mulai bersemangat. “Wahai Amirul Mukminin barang siapa yang dikaruniai Allah SWT dengan harta dan ketampanan, serta memberikan bantuan dengan hartanya, maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang shaleh,”kata Abu Nawas.
Raja Harun Ar-Rasyid begitu senang mendapatkan nasihat itu, ia kemudian mengira Abu Nawas menginginkan sesuatu darinya. “Aku telah menyuruh para pengawal untuk membayar hutangmu,” kata Raja. “ Tida  Amirul Mukminin, kembalikan harta itu kepada yang berhak menerimanya. Bayarlah hutang anda sendiri,” kata Abu Nawas. Namun raja Harun tak menyerah begitu saja. Ia kemudian mempersiapkan hadiah khusus pada Abu Nawas.
“aku telah mempersiapkan sebuah hadiah untukmu,” katanya. “Wahai Amirul Mukminin, apakah paduka berpikir bahwa Allah hanya memberikan karunia kepada anda dan melupakanku, “ jawab Abu Nawas yang segera pergi dari hadapan raja. Perlakuan itu membuat sang raja merenung sambil mengevaluasi dirinya sendiri.
Raja Harun sadar kalau selama ini dirinya kurang adil dan berlaku sombong dengan jabatannya sehingga mudah meremehkan orang lain. Usai mendapat nasihat dari Abu Nawas, Raja Harun Ar-Rasyid berubah menjadi raja yang adil dan bijaksana kepada rakyatnya.
[ Abu Nawas memberikan nasihat berupa sedikit sindiran, namun sang raja tidak tersinggung atau marah atau bahkan memenjarakan Abu Nawas. Raja malah merenung dan terus merenungi apa gerangan kesalahan yang telah dia buat selama memimpin kerajaan ].
   
Kutipan AF


Senin, 14 Desember 2015

Anak Kecil Dalam Kereta

Ada sebuah kisah, suatu hari ada seorang bapak tua bersama dengan 4 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Mereka naik kereta ekonomi dari Jatinegara menuju ke Semarang. Di dalam kereta, anak-anak itu sangat ribut sehingga banyak mengganggu penumpang yang lain.Berlarian kesana kemari, teriak-teriak mewarnai keceriaan mereka. Penumpang banyak yang terganggu dengan tawa anak-anak itu. Dan sang bapak pun tidak mau tahu dengan anggapan para penumpang yang merasa terganggu oleh kebisingan anak-anak kecilnya,
Seorang ibu memberanikan diri untuk menegur bapak tua itu untuk menegur anak-anaknya agar mau mendiamkan anak-anaknya. "Permisi pak, apakah anak itu anak-anak bapak ?" Tanpa menjawab, bapak tua itupun mengangkat kepalanya kearah ibu yang menegurnya, "ada apa Bu ? tanya bapak tua itu". 
"Itu Pak, anak bapak. Mereka sangat berisik dan mengganggu penumpang yang lain, tolong disuruh diam Pak. Sebagai orang tua, harusnya Bapak bisa menjaga anak-anaknya dong. Kami merasa terganggu", jawab ibu itu.
"Ooo, maaf bu saya tidak bisa" jawab bpak tua.
"Kenapa tidak bisa ? kan itu anak-anak bapak", sahut ibu itu.
"Saya tidak tega" jawab bapak tua lagi".
:kenapa bapak tidak tega ?".
"Tiga hari yang lalu mereka baru saja kehilangan kedua orang tuanya akibat kecelakaan pesawat. Sejak kecelakaan itu, mereka tidak pernah berhenti menangis. dan baru kali ini, saya melihat mereka bisa tertawa dengan bahagianya. saya tidak tega memberhentikan tawa mereka. Jika ibu tega, saya silahkan ibu untuk memberhentikan tawa mereka agar tidak mengganggu para penumpang yang lain", jawab pak tua itu mengakhiri percakapan.
Sang Ibu kemudian kembali ketempat duduknya dan tidak bisa berkata apa-apa lagi sambil meneteskan air mata. Kini, marahnya telah berubah  menjadi sayang. Bencinya beberapa waktu berubah menjadi simpati. Ia sangat senang melihat nak yatim-piatu tersebut bisa tertawa lepas.

Refleksi Hikmah :
Yakinlah ! pada saat kita mau membuka mata hati dan pendengaran, pastilah hidup ini akan lebih mudah unutk dipahami.
Kebencian jadi kasih sayang.
Dendam jadi persahabatan.
Tidak ada yang salah dalam kehidupan ini. yang salah adalah pada saat kita tidak berusaha mau mengerti tentang kehidupan. Sungguh ! Allah mengingingkan bagimu bahagia kehidupan di dunia dan di akhirat. karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kutipan AF